1. Definisi
Ada beberapa definisi menurut para ahli
yaitu :
Fraktur adalah terputusnya kontiunitas
tulang dan ditentukan sesuai dengan jenisnya. Fraktur terjadi jika tulang
dikenai stres yang lebih besar dari yang dapat di absorbsinya (Smeltzer &
Bare, 2002 : 2357).
Fraktur adalah patah tulang, biasanya
disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik. Kekuatan dan sudut dari tenaga
tersebut, keadaan tulang, dan jaringan lunak disekitar tulang akan menentukan
apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap. Fraktur lengkap
terjadi apabila seluruh tulang patah, sedangkan pada fraktur tidak lengkap
tidak melibatkan seluruh ketebalan tulang. (Price, 2006 : 1365).
Fraktur adalah terputusnya hubungan normal
suatu tulang atau tulang rawan yang disebabkan oleh kekerasan. Patah tulang
dapat terjadi dalam keadaan normal atau patologis. Pada keadaan patologis,
misalnya kanker tulang atau osteoporosis, tulang menjadi lebih lemah. Dalam keadaan
ini, kekerasan sedikit saja akan menyebabkan patah tulang. (Oswari , 2005 :
144).
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya
kontiunitas jaringan tulang dan/atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh
rudapaksa (Sjamsuhidayat, 2005 : 840).
Fraktur femur adalah terputusnya kontiunitas
batang femur yang bisa terjadi akibat truma langsung (kecelakaan lalu lintas,
jatuh dari ketinggian). Patah pada daerah ini dapat menimbulkan perdarahan yang
cukup banyak, mengakibatkan penderita jatuh dalam syok (FKUI dalam Jitowiyono,
2010 : 15).
Pasien datang dengan paha yang membesar,
mengalami deformitas dan nyeri sekali dan tidak dapat menggerakan pinggul
maupun lututnya. Fraktur dapat transversal, oblik, spiral maupun kominutif.
Sering pasien mengalami syok, karena kehilangan darah 2 sampai 3 unit kedalam
jaringan, sering terjadi pada faktur ini (Smeltzer & Bare, 2002:2379).
Dari beberapa definisi diatas penulis
menyimpulkan bahwa pengertian fraktur adalah terputusnya kontiunitas tulang dan
atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa atau kekerasan, bisa
dalam keadaan normal atau patologis.
2. Anatomi
Fisiologi
Tulang membentuk rangka penunjang dan pelindung bagi tubuh dan tempat untuk
melekatnya otot-otot yang menggerakan kerangka tubuh. Ruang di tengah
tulang-tulang tertentu berisi jaringan hematopoietik, yang membentuk berbagai
sel darah. Tulang juga merupakan tempat primer untuk menyimpan dan mengatur
kalsium dan fosfat (Price, 2006: 1357).
Ada 206 tulang dalam tubuh manusia, yang terbagi dalam empat kategori:
tulang panjang (mis: femur), tulang pendek (mis: tulang tarsalia), tulang pipih
(mis: sternum), dan tulang tak teratur (mis: tulang vertebra). Bentuk dan
konstruksi tulang tertentu ditentukan oleh fungsi dan gaya yang bekerja padanya
(Smeltzer & Bare, 2002: 2264).
Gambar 1: Anatomi tulang (http//www.4shared.com/gmbr_anatomi.html)
Bagian-bagian khas dari sebuah tulang panjang adalah diafisis (batang)
merupakan bagian tengah yang berbentuk silinder. Bagian ini tersusun dari
tulang kortikal yang memiliki kekuatan yang besar.
Metafisis adalah bagian tulang yang melebar di dekat ujung akhir batang.
Daerah ini disusun oleh tulang trabekular atau tulang spongiosa yang mengandung
sel-sel hematopoetik. Sum-sum merah juga terdapat di bagian epifisis dan
diafisis tulang.
Metafisis
juga menopang sendi dan menyediakan daerah yang cukup luas untuk perlekatan
tendon dan ligamen pada epifisis. Lempeng epifisis adalah daerah pertumbuhan
longitudinal pada anak-anak, dan bagian ini akan menghilang pada tulang dewasa.
Bagian epifisis langsung berbatasan dengan sendi tulang panjang yang
bersatu dengan metafisis sehingga pertumbuhan memanjang tulang terhenti. Seluruh tulang diliputi oleh lapisan
fibrosa yang disebut periosteum, yang mengandung sel-sel yang dapat berproliferasi dan berperan dalam
proses pertumbuhan tulang panjang. Kebanyakan tulang panjang mempunyai arteri
nutrisi khusus. Lokasi dan keutuhan dari arteri-arteri inilah yang menentukan
berhasil atau tidaknya proses penyembuhan suatu tulang yang patah.
Tulang adalah suatu jaringan dinamis yang tersusun dari
tiga jenis sel, yaitu :
a.
Sel osteoblas
Osteoblas membangun tulang dengan membentuk
kolagen tipe I dan proteoglikan sebagai matriks tulang atau jaringan osteoid
melalui suatu proses yang disebut osifikasi. Ketika sedang aktif menghasilkan
jaringan osteoid, osteoblas mensekresikan sejumlah besar fosfatase alkali, yang
memegang peranan penting dalam mengendapkan kalsium dan fosfat ke dalam matriks
tulang. Sebagian dari fosfatase alkali akan masuk kedalam aliran darah, dengan
demikian maka kadar fosfatase
alkali didalam darah dapat menjadi indikator yang baik dalam pembentukan
tulang setelah mengalami patah tulang.
b.
Sel osteosit
Osteosit merupakan
sel-sel tulang dewasa yang bertindak sebagai suatu lintasan untuk pertukaran
kimiawi melalui tulang yang padat.
c.
Sel osteoklas
Osteoklas merupakan sel-sel besar berinti banyak
yang memungkinkan mineral dan matriks tulang dapat diabsorbsi. Tidak seperti
osteoblas dan osteosit, osteoklas mengikis tulang. Sel-sel ini menghasilkan
enzim-enzim proteolitik yang memecahkan matriks dan beberapa asam yang
melarutkan mineral tulang, sehingga kalsium dan fosfat terlepas ke dalam aliran
darah (Price,
2005:1358).
Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan
pemeliharaan tulang adalah :
a. Herediter
Masing-masing
individu memiliki genetik untuk tinggi badan, dengan gen diturunkan dari kedua
orang tuanya. Ada banyak gen yang terlibat, namun interaksinya belum diketahui
secara pasti. Beberapa diantara gen-gen ini kemungkinan gen untuk enzim yang
terlibat dalam pembentukan kartilago dan tulang karena demikianlah cara tulang
bertumbuh.
b. Nutrisi
Nutrien merupakan
bahan mentah untuk pembuatan tulang. Kalsium, fosfor, dan protein menjadi
bagian matriks tulang. Vitamin D yang diperlukan untuk absorbsi kalsium dan
fosfor yang efisien oleh usus halus. Viatamin A dan C bukan merupakan bagian
tulang, namun dibutuhkan untuk pembentukan matriks tulang (osifikasi).
c. Hormon
Kelenjar
endokrin memproduksi hormon yang menstimulasi efek spesifik pada sel tertentu.
Beberapa hormon mempunyai peran penting hormon tersebut meliputi hormon
pertumbuhan, tiroksin, hormon paratiroid, dan insulin yang membantu mengatur
pembelahan sel, sintetis protein, metabolisme kalsium, dan produksi energi.
d. Latihan
atau ”tekanan” bagi tulang
Latihan
berarti menahan beban, yang memang merupakan tugas khusus. Tanpa tekanan ini,
tulang akan kehilangan kalsium lebih cepat dari pada penggantinya. Latihan
tidak perlu berlebihan dapat berupa berjalan sebagaimana dilakukan dalam
aktivitas sehari-hari. Tulang yang tidak mendapat latihan ini, misalnya pada
pasien tirah baring, akan menipis dan mudah rapuh.(Scanlon, 2007:97).
Menurut Syaifuddin (2006:67), fungsi tulang
secara umum meliputi :
a. Formasi
kerangka: tulang-tulang membentuk rangka tubuh untuk menentukan bentuk dan
ukuran tubuh, tulang-tulang menyokong tubuh yang lain.
b.
Formasi sendi: tulang-tulang membentuk persendian
yang bergerak dan tidak bergerak tergantung dari kebutuhan fungsional, sendi
yang bergerak menghasilkan bermacam-macam pergerakan.
c. Perlengkatan
otot: tulang-tulang menyediakan permukaan untuk melekatnya otot, tendo dan
ligamentum untuk melaksanakan pekerjaanya.
d. Sebagai
pengungkit: untuk bermacam-macam aktivitas selama pergerakan.
e. Menyokong
berat badan: memelihara sikap tegak tubuh manusia dan menahan gaya tarikan dan
gaya tekanan yang terjadi pada tulang, dapat menjadi kaku dan menjadi lentur.
f. Proteksi:
tulang membentuk rongga yang mengandung dan melindungi struktur yang halus
seperti otak, medula spinalis, jantung, paru-paru, alat-alat dalam perut dan
panggul.
g. Hemopoiesis
: sumsum tulang tempat pembentukan sel-sel darah.
h. Fungsi imunologi:
limfosit ”B” dan magrofag dibentuk dalam
sistem retikuloendotel sumsum tulang.
i.
Penyimpanan kalsium: tulang mengadung 97 %
kalsium yang terdapat dalam tubuh baik dalam bentuk anorganik maupun
garam-garam terutama kalsium fosfat.
Tulang
paha (femur)
Tulang femur
merupakan tulang pipa terpanjang dan terbesar yang berhubungan dengan
asetabulum membentuk kepala sendi yang disebut kaput femoris. Disebelah atas
dan bawah dari kolumna femoris terdapat taju yang disebut trokanter minor dan
trokanter minor. Dibagian ujung membentuk persendian lutut, terdapat dua buah
tonjolan yang disebut kondilus medialis dan kondilus lateralis. Diantara kedua
kondilus ini terdapat lekukan tempat letaknya tulang tempurung lutut (patela)
yang disebut dengan fosa kondilus (syaifuddin, 2006:64).
Gambar 2: Anatomi tulang femur
(http//www.4shared.com/gmbr_anatomi.html)
Pada
bagian proksimal posterior terdapat tuberositas glutea yakni
permukaan kasar tempat melekatnya otot gluteus maximus. Di dekatnya terdapat bagian linea aspera, tempat
melekatnya otot biceps femoris.
Salah satu fungsi
penting kepala tulang paha adalah tempat produksi sel darah merah pada sumsum tulangnya. (http://doctorology.net/?p=307).
3. Etiologi
Menurut Sachdeva
dalam Jitowiyono dkk (2010: 16), penyebab fraktur dapat dibagi menjadi tiga
yaitu :
a.
Cedera
traumatik
Cedera
traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh :
1).
Cedera
langsung berarti pukulan/kekerasan langsung terhadap tulang sehingga tulang
patah secara spontan ditempat itu. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur
melintang dan kerusakan pada kulit diatasnya.
2).
Cedera
tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari lokasi benturan,
misalnya jatuh dengan tangan berjulur dan menyebabkan fraktur klavikula.
3).
Fraktur
yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot yang kuat.
b.
Fraktur
patologik
Dalam hal
ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan trauma minor dapat
mengakibatkan fraktur, dapat juga terjadi pada berbagai keadaan berikut :
1)
Tumor
tulang (jinak atau ganas), pertumbuhan jaringan baru yang tidak terkendali dan
progresif.
2)
Infeksi
seperti osteomielitis, dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut atau dapat
timbul sebagai salah satu proses yang progresif, lambat dan sakit nyeri.
3)
Rakhitis,
suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh difisiensi vitamin D yang
mempengaruhi semua jaringan skelet lain, biasanya disebabkan oleh defisiensi
diet, tetapi kadang-kadang dapat disebabkan kegagalan absorbsi vitamin D atau
oleh karena asupan kalsium atau fosfat yang rendah.
c.
Secara
spontan
Disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus misalnya pada penyakit
polio dan orang yang bertugas di kemiliteran (Jitowiyono dkk, 2010:16).
4. Klasifikasi Fraktur
a.
Fraktur
komplet adalah patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya mengalami
pergeseran (beregeser dari posisi normal).
b.
Fraktur
tidak komplet (incomplete) adalah patah hanya terjadi pada sebagian dari garis
tengah tulang.
c.
Fraktur
tertutup (fraktur simpel) tidak menyebabkan robeknya kulit.
d.
Fraktur
terbuka (fraktur komplikata/kompleks) merupakan fraktur dengan luka pada kulit
atau membrana mukosa sampai ke patahan tulang. Fraktur terbuka dibagi menjadi
tiga derajat, yaitu:
1)
Derajat
I
Fraktur dengan luka bersih kurang dari 1
cm panjangnya.
2)
Derajat
II
Fraktur
dengan luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang ekstensif.
3)
Derajat
III
Fraktur yang
sangat terkontaminasi dan mengalami kerusakan jaringan lunak ekstensif,
merupakan yang paling berat
e.
Jenis
khusus fraktur
1)
Greenstick:
fraktur dimana salah satu sisi tulang patah sedangkan sisi lainya membengkok.
2) Transversal: fraktur sepanjang garis
tengah tulang.
3) Oblik: fraktur membentuk sudut dengan
garis tengah tulang ( lebih tidak stabil
dibanding transversal).
4) Spiral: fraktur memuntir sepanjang batang
tulang.
5)
Komunitif:
fraktur dengan menjadi beberapa fragmen.
Gambar 3: jenis-jenis fraktur
6) Depresi: fraktur dengan fragmen patahan
terdorong kedalam (sering terjadi pada tulang tengkorak dan tulang wajah).
7) Kompresi: fraktur dimana tulang mengalami
kompresi (terjadi pada tulang belakang)
8)
Patologik:
fraktur yang terjadi pada daerah tulang berpenyakit (kista tulang, penyakit
pager, mestastasis tulang, tumor).
9)
Avulsi:
tertariknya fragmen tulang oleh ligamen atau tendo pada perlekatanya.
10) Epifisieal: fraktur melalui epifisis.
11) Impaksi: fraktur dimana fragmen tulang
terdorong ke fragmen tulang lainya.
f. Bergeser/tidak bergeser
1.
Fraktur
bergeser.
2.
Fraktur
tidak bergeser ( Smeltzer & Bare,
2002: 2358)
Menurut Black dan
Mattasarin dalam Musliha (2010:133), fraktur diklasifikasikan berdasarkan
kedudukan fragmen yaitu:
a.
Tidak
ada dislokasi
b.
Adanya
dislokasi, yang dibedakan menjadi :
1.
Dislokasi
at axim yaitu membentuk sudut
2.
Dislokasi
at lotus yaitu fragmen tulang menjauh
3. Dislokasi at longitudinal yaitu berjauhan
memanjang
4.
Dislokasi
at lotuscum controtinicum yaitu fragmen tulang berjauhan dan memendek.
5. Patofisiologi
Ada beberapa tahapan dalam penyembuhan
tulang :
a.
Inflamasi
Dengan adanya patah tulang, tubuh mengalami respon yang sama dengan bila
ada cedera di lain tempat dalam tubuh. Terjadi perdarahan dalam jaringan yang
cedera dan terjadi pembentukan hematoma pada tempat patah tulang. Terjadi
inflamasi, pembengkakan dan nyeri. Tahap inflamasi berlangsung beberapa hari dan hilang dengan berkurangnya
pembengkakan dan nyeri.
b.
Proliferasi
sel
Dalam sekitar 5 hari, hematome akan mengalami organisasi. Terbentuk
benang-benang fibrin dalam jendela darah , membentuk jaringan untuk
revaskularisasi, dan invasi fibroblast dan osteoblast.
c.
Pembentukan
kalus
Pertumbuhan jaringan berlanjut dan lingkaran tulang rawan tumbuh mencapai
sisi lain sampai celah sudah terhubungkan. Fragmen patahan tulang di gabungkan
dengan jaringan fibrus, tulang rawan dan tulang serat imatur. Perlu waktu 3-4
minggu agar fragmen tulang tergabung dalam tulang rawan atau jaringan fibrus.
Secara klinis, fragmen tulang tak bisa lagi digerakkan.
d.
Penulangan
kalus (osifikasi)
Pembentukan kalus mulai mengalami penulangan dalam 2-3 minggu patah tulang
melalui proses penulangan endokondral. Mineral terus menerus ditimbun sampai tulang benar-benar telah bersatu dan
keras. Penulangan perlu waktu 3-4 bulan.
e.
Remodeling
menjadi tulang dewasa
Tahap akhir perbaikan patah tulang meliputi pengambilan jaringan mati dan
reorganisasi tulang baru ke susunan struktural sebelumnya. Remodeling memerlukan
waktu berbulan-bulan sampai bertahun-tahun tergantung beratnya modifikasi
tulang yang dibutuhkan, fungsi tulang, dan stres fungsional pada tulang
(Smeltzer & Bare, 2002:2268).
6. Manifestasi Klinik
Menurut Smeltzer
& Bare (2002:2358), manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya
fungsi, deformitas, pemendekan ekstremitas, krepitasi, pembengkakan lokal dan
perubahan warna.
a.
Nyeri
terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi.
Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang
dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
b.
Setelah
terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan cenderung bergerak secara tidak alamiah. Pergeseran fragmen
pada fraktur lengan atau tungkai menyebabkan deformitas ekstremitas, yang bisa
diketahui dengan membandingkan dengan ekstremitas yang normal. Ektremitas tak
dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada
integritas tulang tempat melekatnya otot.
c.
Pada
fraktur panjang terjadi pemendekan tulang, yang sebenarnya karena kontraksi
otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur.
d.
Saat
ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang yang dinamakan krepitasi
yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan yang lainnya. ( uji
kripitasi dapat membuat kerusakan jaringan lunak lebih berat).
e.
Pembengkakan
dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat trauma dan
perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini bisa baru terjadi setelah
bebebrapa jam atau hari setelah cedera.
7. Komplikasi
Komplikasi fraktur yang terpenting adalah
:
a.
Komplikasi
awal
1).
Syok,
dapat berakibat fatal dalam beberapa jam setelah edema
2).
Emboli
lemak, dapat terjadi 24-72 jam
3).
Sindrom
kompartemen, perfusi jaringan dalam otot kurang dari kebutuhan
4).
Infeksi
dan tromboemboli
5).
Koagulopati
intravaskular diseminata
b.
Komplikasi
lanjutan
1).
Mal-union/
non union
2).
Nekrosis
avaskular tulang
3).
Reaksi
terhadap alat fiksasi interna ( Suratun, 2008: 151).
8. Diagnosis
a.
Pemeriksaan fisik fokus
Kaji
kronologi dari mekanisme trauma pada paha. Sering didapatkan keluhan nyeri pada
luka terbuka.
1) Look
: pada fraktur femur terbuka terlihat adanya luka terbuka pada paha dengan
deformitas yang jelas. Kaji seberapa luas kerusakan jaringan lunak yang
terlibat. Kaji apakah pada luka terbuka ada fragmen tulang yang keluar dan
apakah terdapatnya kerusakan pada jaringan beresiko meningkat respon syok
hipovolemik. Pada fase awal trauma kecelakaan lalu lintas darat yang
mengantarkan pada resiko tinggi infeks.
Pada fraktur femur tertutup sering
ditemukan kehilangan fungsi,deformitas, pemendekan ekstremitas atas karena
kontraksi otot, kripitasi, pembengkakan, dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi akibat trauma dan perdarahan
yang mengikuti fraktur. Tanda ini dapat terjadi setelah beberapa jam atau
beberapa setelah cedera.
2) Feel
: adanya keluhan nyeri tekan dan adanya kripitasi
3) Move
: daerah tungkai yang patah tidak boleh digerakan, karena akan memberika respon
trauma pada jaringan lunak disekitar ujung fragmen tulang yang patah (Muttaqin,
2009: 303).
9. Pemeriksaan Diagnosis
a.
Pemeriksaan
rontgen : menetukan lokasi/luasnya fraktur/trauma
b.
Skan
tulang, scan CT/MRI: memperlihatkan fraktur, juga dapat digunakan untuk
mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
c.
Arteriogram
: dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.
d.
Hitung
darah lengkap: HT mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun (perdarahan
bermakna pada sisi fraktur) perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ
jauh pada trauma multipel.
e.
Kreatinin
: trauma otot meningkatkan beeban kreatinin untuk klirens ginjal.
f.
Profil
koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi multipel,
atau cidera hati ( Doenges dalam Jitowiyono, 2010:21).
10. Penatalaksanaan
a.
Penatalaksanaan
kedaruratan
Segera setelah cedera, pasien berada dalam
keadaan bingung, tidak menyadari adanya fraktur, dan berusaha berjalan dengan
tungkai yang patah. Maka bila dicurigai adanya fraktur, penting untuk
mengimobilisasi bagian tubuh segera sebelum pasien dipindahkan. Bila pasien
yang mengalami cedera harus dipindahkan dari kendaraan sebelum dapat dilakukan
pembidaian, ektremitas harus disangga diatas dan dibawah tempat patah untuk
mencegah gerakan rotasi dan angulasi. Gerakan angulasi patahan tulang dapat
menyebabkan nyeri, kerusakan jaringan lunak, dan perdarahan lebih lanjut.
Daerah yang cedera diimobilisasi dengan memasang
bidai sementara dengan bantalan yang memadai, yang kemudian dibebat dengan
kencang. Pada cedera ekstremitas atas
lengan dapat dibebat dengan dada, atau lengan yang cedera dibebat dengan
sling.
Pada fraktur terbuka, luka ditutup dengan pembalut bersih (steril) untuk
mencegah kontaminasi jaringan yang lebih dalam.
b. Prinsip penanganan fraktur
Prinsip penanganan fraktur meliputi reduksi,
imobilisasi, dan pengambilan fungsi dan kekuatan normal dengan rehabilitasi.
1) Reduksi
fraktur
Reduksi fraktur (setting tulang) berarti
mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan rotasi anatomis
a)
Reduksi
tertutup : pada kebanyakan kasus, reduksi tertutup dilakukan dengan
mengembalikan fragmen tulang keposisinya
( ujung-ujungnya saling berhubungan ) dengan manipulasin atau traksi manual.
b)
Traksi
: dapat digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi. Beratnya
traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi.
c)
Redusi
terbuka : pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka. Dengan pendekatan
bedah, fragmen tulang direduksi. Alat fiksasi interna dapat berupa pin, kawat,
skrup, plat, paku atau batangan logam dapat digunakan untuk mempertahankan
fragmen tulang dalam posisinya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi.
2) Imobilisasi fraktur
Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang
harus diimobilisasi, atau dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar
sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna
dan interna. Metode fiksasi eksterna meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi
kontinu, pin dan teknik gips, atau fiksator eksterna.
3) Mempertahankan dan mengembalikan fungsi :
segala upaya diarahkan pada penyembuhan tulang dan jaringan lunak. Reduksi dan
imobilisasi harus dipertahankan sesuai kebutuhan.
4) Faktor yang mempengaruhi penyembuhan
fraktur: diperlukan berminggu-minggu sampai berbulan–bulan untuk kebanyakan
fraktur untuk mengalami penyembuhan. Adapun faktor yang mempercepat penyembuhan
fraktur adalah:
a)
Imobilisasi
fragmen tulang
b)
Kontak
fragmen tulang maksimal
c)
Asupan
darah yang memadai
d)
Nutrisi
yang baik
e)
Latihan
pembebanan berat badan untuk tulang panjang
f)
Hormon–
hormon pertumbuhan, tiroid, kalsitonin, vitamin D, steroid anabolik
g)
Potensial
listrik pada patahan tulang
Faktor – faktor yang memperhambat
penyembuhan tulang
a)
Trauma
lokal ekstensif
b)
Kehilangan
tulang
c)
Imobilisasi
tak memadai
d)
Rongga
atau jaringan diantara fragmen tulang
e)
Infeksi
f)
Penyakit
tulang metabolik
g)
Nekrosis
avaskuler
h)
Usia
(lansia sembuh lebih lama) (Smeltzer
& Bare, 2002 : 2359)
B. Konsep dasar fixsasi internal
1. Definisi
Open Reduksi
Internal Fiksasi (ORIF) adalah sebuah prosedur medis mengacu pada operasi terbuka untuk mengatur tulang , seperti yang diperlukan untuk beberapa patah tulang fiksasi internal. mengacu pada
fiksasi sekrup dan / atau piring untuk mengaktifkan atau memfasilitasi penyembuhan.
ORIF
mengacu pada prosedur pembedahan untuk memperbaiki patah tulang parah
"Buka reduksi" berarti operasi diperlukan untuk menyetel kembali yang
patah tulang ke posisi normal "Fiksasi Internal" mengacu pada batang
baja, sekrup, atau pelat digunakan untuk menjaga patah tulang stabil untuk
menyembuhkan cara yang benar dan membantu mencegah infeksi.
Terapi fisik
juga merupakan bagian penting dari proses pemulihan setelah terbuka internal
fiksasi suatu pengurangan.. Karena bagian
tubuh yang telah terluka biasanya diadakan diam atau bergerak untuk waktu yang
lama, otot-otot, tendon
, dan ligamen
dapat menjadi lemah Terapi fisik membantu untuk memulihkan kekuatan, rentang gerak
, dan daya tahan daerah yang terkena. Hal ini juga dapat membantu dengan
manajemen nyeri.
2.
Indikasi
Menurut
Sjamsuhidayat (2005:851), biasanya imobilisasi secara operasi dengan pin,
skrup, pelat, atau alat lainya disebut osteosintetis. Operasi dipakai berbagai
alasan dan indikasi seperti penghindaran imobilisasi penderita lama distrasi
seperti prang tua dengan patah tulang leher femur atau orang muda dengan
fraktur intraartikuler di lutut atau di
pergelangan kaki.
Indikasi lain ialah penderita cedera multipel dengan
patah tulang ekstremitasnya, penderita dapat dirawat lebih baik untuk cedera
lain, seperti trauma otak, thoraks, atau perut. Pada fraktur terbuka dengan
luka luas dan kerusakan banyak, perawatan luka dapat dikerjakan dengan lebih
baik setelah tulang distabilisasi dengan cara osteosintesi. Cara ini dilakukan
pula bila penanganan non bedah gagal, misalnya karena patah tulang patologi.
3.
Perawatan
pasca bedah
Menurut Oswari (2005:29), untuk mengurangi perasaan sakit,
dapat diberikan suntikan analgesik sesuai dengan perintah dokter. Jelaskan pada
pasien bahwa sakit luka akan berkurang setelah 24 jam. Utnuk mengurangi
perasaan nyeri, lakukanlah usaha sebagai berikut :
1) Ubah
sikap
Beri tambahan bantal dan
ganjalah pinggang pasien dengan bantal.
2) Nafas
dalam-dalam
Untuk mencegah
komplikasi paru - paru akibat pembiusan, suruh lah pasien menarik nafas dalam-
dalam.bila pasien merasakan ada lendir yang menyumbat tenggorokannya, suruhlah
ia batuk agara lendirnya keluar
3) Cuci
muka dan tangan pasien
4) Mencuci
muka dan tangan pasien akan menyejukkan perasaan psien yang baru dioperasi.
5) Basahi
bibir
Bila pasien belum
diizinkan minum, basahi lah bibr pasien dengan kapas basah
6) Gosok
pinggang pasien dengan alkohol
Pinggang dan tungkai
bila diolesin alkohol akan terasa enak
7) Bila
pasien sudah flatus, berilah minum sesendok air putih
8) Buang
air kecil
Pada umumnya operasi
didaerah perut dan operasi kebidananan, setelah 8 – 10 jam pasien disuruh buang
air kecil sendiri. Usahakan agar pasien buang air kecil sendiri. Bila perlu,
siram dengan air dingin, kompres hangat, atau mengubah sikap tidur pasien.
Seandainya usaha semua itu gagal dan pasien sudah merasa kesakitan karena
kandung kemih nya penuh, barulah dilakukan kateterisasi urin. Semua air senih
yang keluar harus diukur jumlahnya
9) Buang air besar
Setiap buang air besar
harus dicatat. Bila pasien tidak buang air besar selama 2 hari, p[erlu dilakukan klisma dengan
gliserin hangat. Jangan diberi obat pencuci perut. Terutama pada pasien pasca
laparotomi
10) Sikap
tidur pasien
Sikap tidur pasien perlu
diperhatikan agar tidak terjadi komplikasi paru–paru yang tidak dapat
berkembang dengan baik dapat menimbulkan pneumonia, pantat yang tidak
bergerak-gerak dapat menimbulkan dekubitus karena peredaran darah terganggu.
Semuanya itu dapat memperlambat operasi.
4.
Perawatan
luka operasi
Luka
ditutup dengan kassa steril, sehingga sisa darah diserap oleh kassa tadi.
Dengan menutup luka tadi kita mencegah terjadinya kontaminasi (kemasukan
kuman), tersenggol, dan memberi kepercayaan pada pasien bahwa lukanya
diperhatikan oleh perawat.
Jahitan luka biasanya
dibuka setengahnya hari keenam atau ketujuh, kecuali bila ada perintah lain
dari dokternya (Oswari, 2005:32).
Menurut Oswari ( 2005:49), proses penyembuhan luka
terdiri tiga tahap :
1)
Tahap
tidak lancar
2)
Tahap
fibroplasia
3)
Tahap
pengerutan
Tahap tidak lancar
Tahap ini terjadi bila serum dan sel darah
membentuk jaringan dari searat didalam luka, lalu mengikat luka itu sehingga
tampak seperti koreng kemerah-merahan.
Tahap fibroplasia
Tahap fibroplasia adalah keadaan penyembuhan
dengan membentuk serat fibrolas dalam anyaman protein. Kemudian anyaman protein
itu diserap perlahan-perlahan. Sementara itu timbul pula pembuluh darah kapiler
dari pinggir luka, sehingga terbentuk jaringan baru yang masih kasar dan
disebut jaringan granulasi. Jaringan granulasi ini berwarna merah, permukaanya
benjol-benjol halus dan bila disentuh, mudah berdarah. Kemudian timbulah
sel-sel baru dipinggir luka, sehingga akhirnya seluruh permukaan luak tertutup
oleh sel-sel kulit baru.
Tahap pengerutan
Pertautan utama atau persatuan pertama. Luka
pertama yang dibuat dikamar bedah biasanya aseptis dan jaringan yang rusak
sedikit. Luka semacam ini akan sembuh dengansempurna dan disebut sembuh
perprimam atau persatuan utama.
Menurut
Potter & Perry (2006:1859), Faktor-faktor yang mempengaruhi penyembuhan
luka adalah :
1)
Nutrisi
Penyembuhan luka secara normal memerlukan nutrisi
yang tepat. Proses fisiologi penyembuhan luka tergantung pada tersedianya
protein, vitamin (terutama vitamin A dan C), mineral renik zinc dan tembaga. Kolagen adalah protein yang terbentuk dari
asam amino yang diperoleh fibrolas dari protein yang dimakan. Vitamin C
dibutuhkan untuk mensintesis kolagen. Vitamin A dapat mengurangi efek negatif
steroid pada penyembuhan luka. Element
ranik zinc diperlukan untuk
pembentukan epitel, sintesis kolagen (zink) dan menyatukan serat-serat kolagen.
Klien yang telah menjalani operasi diberikan nutrisi yang baik masih tetap membutuhkan sedikitnya 1500 kkal/hari.
2)
Penuaan
Walaupun tahap penyembuhan luka pada klien lansia
terjadi secara lambat, aspek fisiologi penyembuhan luka tidak berbeda dengan
klien yang masih muda. Masalah yang terjadi selama proses penyembuhan sulit
ditentukan penyebabnya, karena proses penuaan atau karena penyebab lainya,
seperti nutrisi, lingkungan atau respon individu terhadap stres.
Faktor-faktor yang mengganggu
penyembuhan luka
1)
Usia
Penuaan dapat menganggu semua tahap penyembuhan luka
2)
Malnutrisi
Stres akibat luka atau trauma yang parah akan meningkatkan kebutuhan
nutrisi
3)
Obesitas
Jaringan lemak kekurangan suplai darah untuk melawan infeksi bakteri dan
untuk mengirimkan nutrisi serta elemen seluler yang berguna dalam penyembuhan luka
4)
Gangguan
oksigenasi
Tekanan oksigen arteri yamg rendah akan mengganggu sintesis kolagen dan
pembentukan sel epitel
5)
Merokok
Merokok dapat mengganggu mekanisme sel normal yang dapat meningkatkan
pelepasan oksigen kedalam jaringan
6)
Obat-obatan
Steroid menurunkan respon inflamasi dan memperlambat sintesis kolagen
7)
Diabetes
Hiperglikemia menganggu kemampuan leukosit untuk melakukan fagositosis dan
juga mendorong pertumbuhan sel endotel dan jaringan kolagen
8)
Radiasi
Proses pembentukan jaringan parut vaskuler dan fibrosa akan terjadi pada
jaringan kulit yang tidak teradiasi
9)
Stres
luka
Tekanan mendadak yang tidak terduga pada luka insisi akan menghambat
pembentukan sel endotel dan jaringan kolagen
5.
Komplikasi
Komplikasi dari ORIF dapat mencakup infeksi,
pembengkakan, dan gerakan perangkat keras yang terpasang. Proses pemulihan dapat
mengambil bulan, karena tulang tumbuh perlahan. Faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi pemulihan lokasi dan tingkat
keparahan istirahat, usia orang tersebut, dan jenis patah tulang. Risiko dan
komplikasi dapat mencakup kolonisasi bakteri pada tulang, infeksi , kekakuan dan kehilangan berbagai
gerakan , non-serikat,
malunion, kerusakan otot, kerusakan saraf dan lumpuh, arthritis , tendonitis , kronis sakit yang terkait dengan pelat, sekrup, dan pin,
sindrom kompartemen, deformitas .
http://www.wisegeek.com/what-is-orif.htm
C. Konsep Dasar Keperawatan
1.
Asuhan keperawatan pascaoperatif
a. Pengkajian
menurut hidayat
(2004:98), pengkajian merupakan langkah pertama dari proses keperawatan dengan
mengumpulkan dat-data yang akurat dari klien sehingga akan diketahui berbagai
permasalahan yang ada. Adapun pengkajian pada pasien post operasi menurut
Suratun (2008:66) adalah :
1) Lanjutkan perawatan pra operatif
2) Kaji ulang kebutuhan pasien berkaitan
dengan kebutuhan rasa nyeri, perfusi jaringan, promosi kesehatan, mobilitas dan
konsep diri
3) Kaji
dan pantau potensial masalah yang berkaitan dengan pembedahan: tanda vital,
derajat kesadaran, cairan yang keluar dari luka, suara nafas, bising usus,
keseimbangan cairan, dan nyeri.
4) Observasi
resiko syok hipovolemia akibat kehilangan darah akibat pembedahan mayor
(frekuensi nadi meningkat, tekanan darah turun, konfusi dan gelisah).
5) Kaji peningkatan komplikasi paru dan jantung:
observasi perubahan frekuensi nadi, pernafasan, warna kulit, suhu tubuh,
riwayat penyakit paru, dan jantung sebelumnya.
6) Sistem
perkemihan: pantau pengeluaran urin, apakah terjadi retensi urin. Retensi dapat
disebabkan oleh posisi berkemih tidak alamiah, pembesaran prostat, dan adanya
infeksi saluran kemih.
7) Observasi
tanda infeksi ( infeksi luka terjadi 5-9 hari, flebitis biasanya timbul selama
minggu kedua), dan tanda vital.
8) Kaji
komplikasi tromboembolik: kaji tungkai untuk tandai nyeri tekan, panas,
kemerahan, dan edema pada betis.
9) Kaji
komplikasi embolik lemak: perubahan pola panas, tingkah laku dan perubahan kesadaran.
Sedangkan menurut Doenges (2000:761), data dasar pengkajian
pada pasien dengan post op fraktur femur berhubungan dengan intervensi bedah
umum yang mengacu pada pengkajian fraktur, yaitu:
1) Aktivitas/istirahat:keterbatasan/kehilangan
fungsi pada bagian yang terkena
2)
Sirkulasi: hipertensi, hipotensi, takikardia,
pengisian kapiler lambat, pucat pada bagian yang tekena, pembengkakan jaringan
3) Neurosensori:
hilang gerakan/sensasi, spasme otot, kebas, deformitas lokal,
4)
Nyeri/kenyamanan: nyeri berat tiba-tiba pada
saat cedera, spasme/keram otot
5)
Keamanan: laserasi kulit, avulsi jaringan,
perdarahan, perubahan warna, pembengkakan lokal
b.
Diagnosis keperawatan
Menurut Sumijantun (2010:189), diagnosa
keperawatan merupakan langkah kedua dari proses keperawatan yang menggambarkan
penilaian klinis tentang respon individu, keluarga, kelompok, maupun masyarakat
terhadap permasalahan kesehatan baik aktual maupun potensial. Adapun diagnosa
keperawatan pada kasus post op fraktur menurut Suratun (2008:67) adalah :
1)
Nyeri berhubungan dengan prosedur pembedahan,
pembengkakan dan imobilisasi.
2) Potensi
perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan pembengkakan, alat yang
mengikat, dan ganguan peredaran darah.
3) Defisit
perawatan diri berhubungan dengan kehilangan kemandirian.
4) Hambatan
mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri, pembengkakan, prosedur pembedahan,
serta adanya imobilisasi, bidai, traksi, gips.
5) Perubahan
citra diri dan harga diri berhubungan dengan dampak muskuloskeletal.
6) Resiko
tinggi syok hipovolemik.
7) Resiko
tinggi infeksi
Sedangkan
menurut Wilkinson dalam jitowiyono (2010:24), Diagnosa keperawatan yang muncul
pada pasien dengan post op fraktur meliputi:
1) Nyeri
berhubungan dengan terputusnya jaringan tulang, gerakan fragmen tulang, edema
dan cedera pada jaringan, alat traksi/immobilisasi, stress, ansietas.
2) Intoleran
aktivitas berhubungan dengan dispnea, kelemahan/keletihan, ketidak adekuatan
oksigenisasi.
3) Kerusakan
integritas kulit berhubungan dengan tekanan, perubahan status metabolik,
kerusakan sirkulasi, dan penurunan sirkulasi, dibuktikan oleh terdapat luka/
ulserasi, kelemahan, penurunan berat badan, turgor kulit buruk, tyerdapat
jaringan nekrotik
4)
Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan
nyeri/ketidaknyamanan, kerusakan muskuloskletal, terapi pembatasan aktivitas,
dan penurunan kekuatan/tahanan
5)
Resiko infeksi berhubungan dengan statis cairan
tubuh, respon inflamasi tertekan, prosedur invasif dan jalur penusukan,
luka/kerusakan kulit, insisi pembedahan
6) Kurang
pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan
dengan keterbatasan kognitif, kurang terpajan/mengingat, salah interpretasi
informasi
c.
Intervensi keperawatan
Menurut Sumijantun
(2010:203), perencanaan adalah fase proses keperawatan yang sistematik mencakup
pembuatan keputusan dan pemecahan masalah. Adapun perencanaan keperawatan pada klien dengan post op fraktur femur
menurut Suratun dkk, (2008:66) adalah :
1) Nyeri
berhubungan dengan prosedur pembedahan, pembengkakan dan imobilisasi
Tujuan : nyeri
berkurang atau hilang
Kriteria hasil:
a)
Nyeri
berkurang/hilang
b)
klien tampak tenang
Intervensi:
a) Kaji
tingkat nyeri pasien
b) Tinggikan
ekstremitas yang dioperasi
c) Kompres
dingin bila perlu
d) Ajarkan
teknik relaksasi dan distraksi
e) Kolaborasi
dalam pemberian obat analgesik
Rasionalisasi :
a) Mengetahui
skala nyeri pada pasien
b)
Membantu mengontrol edema agar nyeri berkurang
c) Untuk
mengontrol nyeri dan edema
d)
Hal ini dapat mengurangi dan mengontrol nyeri
e) Untuk
mengontrol nyeri
2) Perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan pembengkakan, alat
yang mengikat, gangguan peredaran darah.
Tujuan : memelihara
perfusi jaringan adekuat
Kriteria hasil: tidak ada sianosis
Intervensi:
a) Rencana
pra operatif dilanjutkan
b) Pantau
status neurovaskular, warna kulit, suhu, pengisian kapiler, denyut nadi, nyeri,
edema.
c) Anjurkan
latihan otot
d) Anjurkan
latihan pergelangan kaki dan otot betis setiap jam
Rasionalisasi :
a) Meneruskan
tindakan keperawatan
b) parastesi
pada bagian yang dioperasi, dan laporkan segera pada dokter bila ada temuan
yang mengarah pada gangguan
c)
untuk mencegah atrofi otot
d) untuk
memperbaiki peredaran darah
3) Defisit perawatan diri berhubungan dengan
kehilangan kemandirian
tujuan :
memelihara kesehatan
kriteria hasil: klien mampu merawat diri
sendiri
intervensi :
a) Rencana pra operatif dilanjutkan
b) Anjurkan
pasien berpartisipasi dalam program penanganan pasca operatif
c) Diet
seimbang dengan protein dan vitamin adekuat sangat diperlukan
d)
Anjurkan banyak minum minimal 2 sampai 3 liter
perhari
e) Observasi
adanya gangguan integritas kulit pada
daerah yang tertekan
f) Ubah
posisi tidur dalam setiap 2-3 jam sekali
g)
Bantu klien dalam pelaksanaan hyegien personal
h)
Libatkan keluarga dalam pemeliharaan kesehatan
Rasionalisasi:
a) Melanjutkan
tindakan keperawatan
b)
Membantu dalam proses keperawatan
c) Untuk
keshatan jaringan dan penyembuhan luka
d) Memenuhi
kebutuhan cairan
e)
Untuk mengetahui sedini mungkin adanya gangguan
f)
Untuk mencegah adanya penekanan pada kulit
g) Untuk
menghindari adanya kerusakan pada kulit
h) Membantu
dalam pemeliharaan kesehatan pasien
4) Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan
dengan nyeri, pembengkakan, prosedur pembedahan, adanya imobilisasi, (bidai,
gips, traksi)
Tujuan : memperbaiki mobilitas fisik
normal
Kriteria
hasil: melakukan pergerakan dan pemindahan
Intervensi :
a) Kaji
tingkat kemampuan mobilitas fisik
b) Bantu
pasien melakukan aktivitas selama pasien mengalami ketidaknyamanan
c)
Tinggikan ektremitas yang bengkakanjurka latihan
ROM sesuai kemampuan
d)
Anjurkan pasien berpartisipasi dalam aktivitas
sesuai kemampuan
e) Pantau
daerah yang terpasang pen, skrup batang dan logam yang digunakan sebagai
fiksasi interna
f) Anjurkan
menggunakan alat bantu saat sedang pasca operasi, sebagai tongkat
g)
Pantau cara berjalan pasien. Perhatikan apakah
benar-benar aman.
Rasionalisasi
:
a)
Mengetahui tingkat kemampuan mobilitas klien
b) Menambah
kemampuan klien dalam melakukan aktivitas
c)
Untuk memperlancar peredaran darah sehingga
mengurangi pembengkakan
d)
Untuk mencegah kekakuan sendi
e) Untuk
memperbaiki tingkat mobilitas fisik
f)
Ini dilakukan untuk mempertahankan posisi tulang
sampai terjadi penulangan, tetapi tidak dirancang untuk mempertahankan berat
badan.
g)
Untuk mengurangi stres yang berlebihan pada
tulang
5) Perubahan citra diri dan harga diri
berhubungan dengan dampak masalah muskuloskeletal
Tujuan : terjadi peningkatan konsep diri
Kriteria hasil: klien dapat bersosialisasi
Intervensi :
b) Rencana
perawatan pra operatif dilanjutkan
c) Libatkan
pasien dalam menyusun rencana kegiatan yang dilakukan
d) Bantu
pasien menerima citra dirinya serta beri dukungan, baik dari perawat, keluarga
maupun teman dekat.
Rasional
:
a) Melanjutkan
rencana tindakan keperawatan
b)
Mempercepat rencana tindakan keperawatan
c) Stres,dan
menarik diri akan mengurangi motivasi untuk proses penyembuhan
6) Resiko
tinggi komplikasi (syok hipovolemik)
Tujuan : Tidak terjadi syok hipovolemik
Kriteria hasil: Klien tampak tenang
Intervensi :
a) Pantau
dan catat kehilangan darah pada pasien ( jumlah,warna)
b) Pantau
adanya peningkatan denyut nadi dan penurunan tekanan darah
c) Pantau
jumlah urin
d)
Pantau terjadinya gelisah, penurunan kesadaran
dan haus
e)
Pantau pemeriksaan laboratorium, terutama
penutunan HB dan HT. Segera lapor ke ahli bedah ortopedi untuk penanganan
selanjutnya.
Rasionalisasi
:
a) Memantau
jumlah kehilangan cairan
b)
Ini merupakan tanda awal syok
c)
Jika urin kurang dari 30 cc/ jam, itu merupakan
tanda syok
d) Rasa
haus merupakan tanda awal syok
e) Mengetahui
terjadinya hemokosentrasi dan terjadinya syok hipovolemik
7) Resiko
tinggi infeksi
Tujuan : tidak terjadi infeksi
Kriteria hasil: Tidak ada tanda-tanda
infeksi seperti pus
Intervensi :
a)
Pemberian antibiotik intra vena jangka panjang
b)
Kaji respon pasien terhadap pemberian antibiotik
c)
Ganti balutan luka dengan teknik aseptik, sesuai
dengan program.
d)
Pantau tanda vital
e) Pantau
luka operasi dan catat cairan yang keluar
f)
Pantau adanya infeksi saluran kemih
Rasionalisasi
:
a)
Untuk mencegah osteomielitis
b)
Menilai adanya alegi dengan pemberian antibiotik
c)
Mencegah
kontaminasi dan infeksi nasokomial
d) Peningkatan
suhu tubuh diatas normal menunjukan adanya tanda infeksi
e) Adanya
cairan yang keluar dari luka menunjukan adanya infeksi pada luka
f) Laporkan
ke dokter bila ada infeksi yang ditemukan, hal ini sering terjadi setelah
pembedahan ortopedik
Perencanaan
keperawatan menurut wilkinson dalam jitowiyono (2010:25) pada klien dengan post
op fraktur femur meliputi :
1) Nyeri
berhubungan dengan terputusnya jaringan tulang, gerakan fragmen tulang, edema
dan cedera pada jaringan, alat traksi/immobilisasi, stress, ansietas.
Tujuan : nyeri dapat berkurang atau hilang
Kriteria hasil:
1.
Nyeri berkurang atau hilang
2. Klien
tampak tenang
Intervensi
:
a) Lakukan
pendekatan pada klien dan keluarga
b)
Kaji tingkat intensitas dan frekuensi nyeri
c)
Jelaskan pada klien penyebab nyeri
d) Observasi
tanda-tanda vital
e)
Lakukan kolaborasi dengan tim medis dalm
pemberian analgesik
Rasionalisasi :
a)
Hubungan yang baik membuat klien dan keluarga
kooperatif
b)
Tingkat intensitas nyeri dan frekuensi
menunjukan nyeri
c) Memberikan
penjelasan akan menambah pengetahuan klien tentang nyeri
d) Untuk
mengetahui perkembangan klien
e)
Merupakan tindakan dependent perawat. Dimana
analgesik berfungsi untuk memblok stimulasi nyeri
2)
Intoleran aktivitas berhubungan dengan dispnea,
kelemahan/keletihan, ketidak adekuatan oksigenisasi.
Tujuan
: pasien memiliki cukup energi untuk beraktivitas
Kriteria
hasil :
a) Prilaku
merupakan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan diri
b) Pasien
mengungkapkan mampu untuk melakukan beberapa aktivitas tanpa dibantu
c) Koordinasi
otot,tulang dan anggota gerak lainya baik
Intervensi:
a) Rencanakan
periode istirahat yang cukup
b) Berikan
latihan aktivitas secara bertahap
c)
Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhan sesuai
kebutuhan
d)
Setelah latihan dan aktivitas kaji respon pasien
Rasionalisasi
:
a)
Mengurangi aktivitas yang tidak diperlukan, dan
energi terkumpul dapat digunakan untuk aktivitas seperlunya secara optimal
b)
Tahapan-tahapan yang diberikan membantu proses
aktivitas secar perlahan dapat menghemat tenaga namun tujuan yang tepat,
mbilisasi dini
c)
Mengurangi pemakaian energi sampai kekuatan
pasien pulih kembali
d) Menjaga
kemungkinan adanya respon abnormal dari tubuh sebagai akibat dari latihan
3)
Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
tekanan, perubahan status metabolik, kerusakan sirkulasi, dan penurunan
sirkulasi, dibuktikan oleh terdapat luka/ ulserasi, kelemahan, penurunan berat
badan, turgor kulit buruk, terdapat jaringan nekrotik
Tujuan : mencapai
penyembuhan luka pada waktu yang sesuai
Kriteria hasil :
a)
Tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus
b)
Luka bersih tidak lembab dan tidak kotor
c) Tanda-tanda
vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi
Intervensi
:
a)
Kaji kulit dan identifikasi pada tahap
perkembangan luka
b)
Kaji lokasi, ukuran, warna, bau, serta jumlah
dan tipe cairan luka
c) Pantau
peningkatan suhu tubuh
d) Berikan
perawatan luka dengan tehnik aseptik. Balut luka dengan kassa kering dan
steril, gunakan plester kertas
e)
Jika pemulihan tidak terjadi kolaborasi tindakan
lanjutan, misalnya debridement
f) Setelah
debridement, ganti baluta sesuai kebutuhan
g)
Kolaborasi pemberian antibiotik
Rasionalisasi
:
a)
Mengetahui sejauh mana perkembangan luka
mempermudah dalam meltindakan yang tepat
b)
Mengidentifikasi tingkat keparahan akan
mempermudah intervensi
c)
Suhu tubuh yang meningkat dapat diidentifikasi
sebagai adanya proses peradangan
d) Tehnik
aseptik membantu mempercepat penyembuhan luka dan mencegah terjadinya infeksi
e)
Agar benda asing atau jaringan yang teriinfeksi
tidak menyebar luas pada area kulit normal lainya
f)
Balutan dapat diganti satu atau dua kali sehari
tergantung pada kondisi parah/tidaknya luka, agar tidak terjadi infeksi
g) Antibiotik
berguna untuk memetikan mikroorganisme pathogen pada daerah yang terjadi
infeksi
4)
Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan
nyeri/ketidaknyamanan, kerusakan muskuloskletal, terapi pembatasan aktivitas,
dan penurunan kekuatan/tahanan
Tujuan : pasien akan menunjukan tingkat
mobilitas optimal
Kriteria hasil :
a)
Penampilan yang seimbang
b) Melakukan
pergerakan dan pemindahan
c)
Mempertahankan mobilitas optimal yang dapat
ditoleransi dengan karakteristik :
0 = mandiri penuh
1 = memerlukan alat bantu
2
= memerlukan bantuan darinorang lain untuk bantuan, pengawasan, dan pengajaran
3 = membutuhkan bantuan dari orang lain
dan alat bantu
4 = ketergantungan tidak berpartisipasi
dalam aktivitas
Intervensi :
a) Kaji
kebutuhan akan pelayanan kesehatan dan kebutuhan akan peralatan
b) Tentukan tingkat motivasi pasien dalam
melakukan aktivitas
c) Ajarkan dan pantau dalam hal pengguanaan alat
bantu
d) Ajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM
aktif dan pasif
e) Kolaborasi dalam hal ahli terapi fisik
Rasionalisasi :
a) Mengidentifikasi masalah, memudahkan
intervensi
b) Mempengaruhi penilaian terhadap kemampuan
aktivitas apakah karena ketidakmampuan ataukah ketidakmauan
c) Menilai batasan kemempuan aktivitas optimal
d) Mempertahankan/keningkatkan kekuatan dan
ketahanan otot
e) Sebagai suatu sumber untuk mengembangkan
perencanaan dan mempertahankan/ meningkatkan mobilitas pasien
5) Resiko infeksi berhubungan dengan statis
cairan tubuh, respon inflamasi tertekan, prosedur invasif dan jalur penusukan,
luka/kerusakan kulit, insisi pembedahan
Tujuan :
infeksi tidak terjaadi/ terkontrol
Kriteria
hasil :
a) Tidak ada
tanda-tanda infeksi seperti pus
b) Luka
bersih tidak lembab dan tidak kotor
c) Tanda-tanda
vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi
Intervensi :
a) Pantau
tanda-tanda vital
b) Lakukan
perawatan luka dengan tehnik aseptik
c) Lakukan
perawatan terhadap prosedur invasif seperti infus, kateter, drainase luka, dll
d) Jika
ditemukan tanda-tanda infeksi kolaborasi untuk pemeriksaan darah, seperti Hb
dan leukosit
e)
Kolaborasi untuk pemberian antibiotik
Rasionalisasi :
a)
Mengidentifikasi tanda-tanda peradangan terutama
bila suhu tubuh meningkat
b) Mengendalikan
penyebaran mikroorganisme patogen
c) Untuk
mengurangi resiko infeksi nasokomial
d) Panurunan
Hb dan peningkatan leukosit dari normal bisa terjadi akibat terjadinya proses
infeksi
e) Antibiotik
mencegah perkembangan mikroorganisme patogen
6) Kurang
pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan
dengan keterbatasan kognitif, kurang terpajan/mengingat, salah interpretasi
informasi
Tujuan : pasien mengutarakan pemahaman
tentang kondisi, efek prosedur dan proses pengobatan
Kriteria hasil :
a)
Melakukan prosedur yang diperlukan dan
menjelaskan alasan dari suatu tindakan
b)
Memulai perubahan gaya hidup yang diperlukan dan
kut serta dalam regimen perawatan
Intervensi
:
a) Kaji
tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakitnya
b)
Berika penjelasan pada klien tentang penyakitnya
dan kondisinya sekarang
c)
Anjurkan klien dan keluarga untuk memperhatikan
diet makananya
d)
Minta klien dan keluarga mengulangi kembali
tentang materi yang dilakukan
Rasionalisasi
:
a)
Mengetahui seberapa jauh penglaman dan
pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakitnya
b)
Dengan mengetahui penyakit dan kondisinya
sekarang, klien dan keluarganya akan merasa tenang dan mengurangi cemas
c) Diet
dan pola makan yang tepat membantu
proses penyembuhan
d)
Mengetahui seberapa jauh pemahaman klien dan
keluarga serta menilai keberhasilan dari tindakan yang dilakukan
d. Implementasi
Pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana
tindakan untuk mencapai tujuan spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai setelah
rencana tindakan disusun dan ditujukan pada nursing orders untuk membantu klien
mencapai tujuan yang diharapkan (Nursalam, 2001:63).
Pelaksanaan tindakan kepewaratan pada
klien fraktur femur dilakukan sesuai dengan perencanaan keperawatan yang letah
ditentukan, dengan tujuan unutk memenuhi kebutuhan pasien secara optimal.
Pelaksanaan adalah pengolahan dan
perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan.
Jenis tindakan :
1)
Mengkaji lokasi, intensitas dan tipe nyeri.
2)
Membantu
dalam rentang gerak klien pada ekstremitas yang sakit dan yang tidak sakit.
3)
Memperhatikan
dan mengkaji peningkatan nyeri, adanya edema.
4)
Memberikan dorongan bantuan pada aktivitas
kehidupan sehari-hari sesuai kebutuhan.
5)
Mengkaji kulit pada daerah luka, kemerahan dan
perubahan warna.
6)
Mengobservasi dan mencatat masukan makanan
klien.
7)
Mengkaji
ulang patologi, prognosis dan harapan yang akan datang.
e. Evaluasi
Evaluasi adalah intelektual untuk
melengkapi proses asuhan keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa
keperawatan, rencana tindakan, dan pelaksanaanya yang berhasil dicapai.
Meskipun evaluasi diletakkan pada akhir asuhan keperawatan, evaluasi merupakan
bagian integral pada setiap tahap asuhan keperawatan (Nursalam, 2001:71).
Setelah data
dikumpulkan tentang status keadaan klien maka perawat memebandingkan data
dengan outcomes. Tahap selanjutnya adalah membuat keputusan tentang pencapaian
klien outcomes, ada 3 kemungkinan keputusan tahap ini :
1)
Klien
telah mencapai hasil yang ditentukan dalam tujuan
2)
Klien
masih dalam catatan hasil yang ditentukan
3)
Klien
tidak dapat mencapai hasil yang ditentukan (Nursalam, 2001:73).
untuk teman-teman perawat, ini hanya sebagian tulisan ilmiah yang aku susun,,, mudah-mudahan bermanfaat untuk kita semua...
kalau ada kekurangan atau kesalahan mohon koreksi nya agar dunia kesehatan lebih berkembang...
because, we not will a better, if we are not to effort....
so... do what can you to do...
kalau ada kekurangan atau kesalahan mohon koreksi nya agar dunia kesehatan lebih berkembang...
because, we not will a better, if we are not to effort....
so... do what can you to do...
ko referensix nda ad ....... pdhl sdh bgus loo :)
BalasHapusPlay Blackjack at the Seminole Hard Rock Casino in - KSNH
BalasHapusBlackjack at the Seminole Hard Rock 공주 출장마사지 Casino in 여주 출장마사지 Hollywood, Florida. Play Online Blackjack with 속초 출장안마 our 동해 출장안마 exciting collection of 제이티엠허브출장안마 video poker tables,